Ada Apa Dengan Status Facebook?

Monday, 14 January 2013


Ada apa dengan status FB? sebuah pertanyaan yang mengusik harga diri, moral etika dan kesantunan dalam komunikasi komunal. Wajah facebook semakin menampilkan topeng penggunanya yang tak terbatas.

Sebagai sebuah fenomena yang rata menggejala dari anak-anak, remaja dan orang tua usia lanjutpun ikut meramaikan dunia fb. Ya facebook semakin menggejala dari sekedar alternatif jalinan komunikasi di dunia maya hingga berlanjut kepada jalinan di dunia nyata dan itu bisa dibuktikan betapa banyak orang bisa menjalin hubungan dari mulai status bujang atau perawan kemudian berlanjut kepelaminan dulunya berawal dari facebook.

Alhamdulillah kalau dulunya sebatas kenalan dan sekarang berlanjut kepelaminan, seperti teman saya akhirnya menikah dengan seorang akhwat setelah kenal calonnya melalui fb, yang jadi masalah kalau berlanjut dihotel tanpa ada hubungan status, ini yang cukup disayangkan.    
Mari gunakan user fb secara cerdas untuk memanfaatkan status dalam rangka menyampaikan pesan yang bermanfaat. Menjadikannya sebagai alat penggerak solidaritas yang terukur untuk menghimpun dukungan dalma rangka nahyimungkar, untuk masalah ini saya setuju banget daripada distatus kerjanya ngeluh. Jadi kalau orang islam yang kerjanya mengeluh didinding fb apa bedanya dengan orang-orang Y4hudi yang sukanya mengeluh atau meratap di tembok ratapan atas apa yang dialaminya seharian?. Terlalu… Ada yang sekedar iseng mengumbar kata yang tidak jelas apa makna dibalik apa yang ia tulis.

Yang lebih dari itu, ada pula facebooker yang memanfaatkan status pertemanan mayanya sebagai alat mengelabui orang lain.

Bahkan ada yang sengaja memasang “jerat” untuk orang yang dibidiknya. Terhadap yang demikian, sangat terasa bahwa pertemanan di dunia maya hanyalah mendiskon waktu tanpa mendapatkan manfaat apa-apa selain kesenangan semu belaka. Bahkan bisa jadi, facebook tak ubahnya seperti menggali lubang ”kesialan” bagi penggunanya.

Yang cukup rawan adalah fasilitas audio visual di facebook. Memang, video, film atau gambar, membuat pesan yang ditampilkan di wall begitu jelas dan hidup. Dalam hitungan detik pesan itu diterima ke seberap pun jumlah relasi dalam pertemanan di account facebook.

Namun lagi-lagi, ada video atau potongan film atau gambar yang sangat kental nuansa etika moralnya. Kalau diibaratkan facebook, seperti sebilah pisau bermata dua oleh karenanya ia bisa menjadi positive atau negative kembali lagi kepada pribadi masing-masing atau dari niatnya untuk apa membuat status?

Kalau kemudian tujuannya untuk mempererat tali silaturrahmi sah-sah saja dengan catatan tidak membuat status yang macam-macam. Sebenarnya siapapun memiliki kecenderungan mencari teman, menerima teman dan ingin diterima dalam status pertemanan.

Karena sifat manusia pada dasarnya memiliki (fitrah) utuk menjalin komunikasi dengan siapapun, Islam mengajarkan agar pertemanan hendaknya diikat dalam bingkai saling menghormati, menghargai dan masing-masing pihak menjaga kehormatan pribadi orang lain dalam jalinan pertemanan.

Rambu-rambu jalinan pertemanan yang sehat dan hanif sebenarnya sudah sangat jelas kita miliki dalam khazanah Islam; dien yang kita junjung kemuliaannya. Begitu juga dari sisi kejiwaan maupun nilai-nilai moral.

Baik nilai-nilai moral yang berkembang di masyarakat (sosial), apatah lagi nilai-nilai Islam sebagai nilai yang paling luhur dalam pola hubungan antar individu seperti telah disinggung.

Seyogyanya, seorang facebooker muslim atau muslimah harus setia menampilkan nilai-nilai Islami dan mengembangkannya setiap kali berinteraksi dengan teman di dinding facebooknya. Namun kesadaran demikian belumlah merata dipahami setiap kita.

Memang bagian dari sifat bawaan dalam konteks naluri berteman, manusia memiliki kecenderungan yang beragam. Seseorang memilih teman akan selalu mengikuti kata hati dan kecenderungan yang ada pada dirinya. Setiap orang pastilah begitu. Tetapi kepastian itu beraneka ragam bergantung masing-masing pribadi.

Maka dapatlah dimaklumi apabila ada yang menolak berteman dengan seseorang karena menurutnya tidak sesuai dengan type atau selera kecenderungannya. Sebaliknya, ada orang yang baru beberapa saat berkenalan telah merasa akrab sebab keduanya merasa memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Benarlah isi dari sebuah riwayat yang menyatakan:

”Ruh-ruh manusia tersusun laksana prajurit yang berbaris. Mana yang saling kenal (cocok/sesuai/se-ideologi) akan saling berpadu. Dan mana yang saling mengingkari akan berselisih/berpisah.” (HR. Al-Bukhari).

Riwayat diatas ini bukan saja menjelaskan fakta kecenderungan setiap orang dalam memilih teman. Tetapi menjadi dasar untuk mencermati ke mana arah pertemanan itu dibawa. Riwayat ini hemat saya bersesuaian dengan satu riwayat yang menyatakan bahwa:” Setiap yang dilahirkan mengikut fitrah, kemudian ibu bapaknya menjadikannya Yahudi atau Nasrani ataupun Majusi”.

Dengan kata lain, seseorang membawa kecenderungan berteman sejak lahir kepada siapa yang cocok dengannya berteman. Dan kecenderungannya semakin berkembang sebab lingkungan pertemanannya mendukung penuh disebabkan persamaan karakter yang melekat pada jiwanya.

Apabila lingkungan pertemanannya bernuansa tauhid, maka besar kemungkinan tauhidnya berkembang subur.

Tetapi ketika lingkungannya adalah jahil, tidak tertutup kemungkinan ia menjadi layaknya manusia jahiliyah. Karena itu, idiologi seorang teman patut dicermati.

Sebagaimana kita ketahui, sebuah idiologi akan mengikat seseorang dengan amat sangat kuat. Idiologi itu akan mewarnai pola pikir, pola ucap, pola baca, pola tulis dan segala relasinya yang kemudian menjadi pola dalam setiap interaksinya.

Sangat mungkin sekelompok orang akan berteman secara komunal dan akrab karena idiologi liberal atau atheis yang sama-sama mereka anut.

Begitu juga orang yang berpaham skuleris atau materialisme akan saling merasa cocok satu sama lain karena sebab yang sama. Maka tidaklah aneh, apabila ada pribadi yang merasa risih berdekatan dengan penjudi, pemabuk atau pezina.

Bahkan ia ingin berlari sejauh-jauhnya dari mereka lantaran dirinya lebih banyak berkumpul dan merasa dekat dengan orang-orang yang berakhlak mulia.

Sebaliknya juga begitu. Secara naluriah, remaja pelaku dan pegiat maksiat yang akrab dengan narkoba, seks bebas, diskotik dan hiburan malam akan menghindari remaja masjid yang senang berlama-lama di masjid, senang ngaji dan memperdalam agama yang menjadi prilaku kesehariannya.

Alangkah relevannya riwayat Imam Ahmad yang dengan amat jernih menegaskan bahwa teman seperti idiologi. Dinyatakan dalam riwayatnya:

”Seseorang akan mengikuti agama/keyakinan sahabat karibnya. Maka hendaklah setiap orang memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya itu.” (HR. Imam Ahmad).
Catatan teman saya yang mengutif sorotan atas beberapa status yang banyak muncul di layar facebook memang boleh dikata sudah tidak wajar. Bahkan terkesan vulgar dan seronok. Mungkin bagi yang merasa cocok karena memiliki kesamaan kecenderungan, status itu dianggap biasa-biasa saja, wajar dan lumrah.

Tapi ternyata tidak oleh teman saya, dan saya menilainya pun demikian vulgarnya. Namun bisa jadi karena perbedaan karakter dan kecenderungan, yang menilai vulgar itulah yang dituduh memiliki pikiran ngeres, jorok dan seronok.

Cobalah cermati status berikut yang dikutip teman saya dari “Ketika Iffah mulai luntur” (dibalik fenomena facebook). Tertulis status seorang wanita:

“Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya ngapain ya ….?”

Sekilas, bunyi status seperti ini memang biasa saja apabila hanya untuk dinikmati sendiri oleh penulisnya. Tetapi ketika status seperti itu dibagikan kepada sekian ribu isi kepala dengan segala pemikirannya, maka segera akan menjadi masalah. Komentar-komentar lah yang mempertegas bahwa status itu mengundang masalah seperti ditulis salah seorang lelaki yang dalam komentarnya:

”mau ditemanin? Dijamin puas deh…” Apa yang Anda bayangkan kemudian? Bukankah coretan dinding seperti ini terkesan liar meskipun dapat ditebak arahnya kemana? Lain hal kalau komentar itu berbunyi misalnya,”minum bandrek Mba, pasti menghangatkan”. Atau,” gosok gigi, cuci kaki, ambil selimut tebal, tidur deh”. Bukankah kesan yang ditimbulkannya berbeda dari yang pertama ditas?

Kutipan selanjutnya, seorang wanita lainnya menuliskan statusnya:

“bangun tidur, badan sakit semua, biasa … habis malam jumat ya begini…”. Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya, “habis minum jamu+ madu telur ya…mau menerima tantanganku? Status dan komentar seperti itu bersahut-sahutan tak terkendali. Sampai kepada status yang berbunyi, “ mau tidur nih, panas banget…bakal tidur pake dalaman lagi nih”.Massyaallah……

Status kurang kerjaan apalah yang penting ada status, model status seperti ini pasti memancing berpuluh2 komentar datang apalagi yang membuat status diketahui seorang cewek lajang yang cantik pasti tanpa dikomando banyak mendapatkan komentar. Ada komentar yang nakal dan bernada melecehkan juga bermunculan. Maka sebuah status jahil, akan diaminkan dengan bahasa yang jahil pula. Seperti koor paduan suara, saling sahut-sahutan dengan penuh nafsu’ mengumandangkan suaranya yang bergelora bak ceritanya “layla maznun’’

Tak disadari, status serta komentar seperti itu laksana interaksi persahabatan tanpa hati nurani dan rasa malu. Fenomena di atas menjadi tanda Tanya besar bagi facebooker muslim, bahwa hegemoni ‘kesenangan semu’ yang dibungkus dengan ‘persahabatan fatamorgana’ tengah ditampilkan facebook yang melindas semua rasa malu, tata krama dan kehormatan diri. Inikah ciri khas pertemanan maya?

Lalu terngianglah di telinga bait syair yang ditulis sastrawan Taufik Ismail yang dinyanyikan Chrisye. Chrisye memang telah berpulang ke haribaan Allah. Tetapi pesan dalam lagunya seperti tetap hidup dalam konteks menata diri dalam berbagai spektrum. Sangat relevan saat menulis status di facebook yang menyelamatkan.

Akan datang hari ..
Mulut dikunci ..
Kata tak ada lagi ...

Akan tiba masa ..
Tak ada suara ..
Dari mulut kita ...

Berkata tangan kita ..
Tentang apa yang dilakukannya ...

Berkata kaki kita ..
Kemana saja dia melangkahnya ...

Menilik secara jujur riwayat Imam Ahmad di muka, sesungguhnya teman adalah cermin diri setiap orang. Orang yang berkawan karib dengan pribadi seronok, adalah pantulan bayangan atas cermin dirinya. Begitu pun sebaliknya, senang bergaul dekat dengan orang-orang soleh adalah juga bayangan atas dirinya.

Maka kriteria teman baik dan buruk menjadi sangat jelas. Teman baik bagi seorang muslim adalah teman yang bisa menyelamatkan.

Teman yang meneguhkan saat berada di jalan yang lurus dan mengingatkan saat keliru bermain-main di jalan yang salah. Teman baik seperti ini hanya bisa ditemukan pada pribadi yang seiman dan seagama.

Sedangkan teman buruk adalah teman yang menjerumuskan pada kehinaan. Teman yang menjauh saat ingat pada kebaikan dan amal saleh, tetapi mengajak semakin jauh tersesat di saat terlena pada kedurhakaan dan maksiat.
Dengan demikian, berhati-hatilah memilih teman jauh lebih bijak dari sekedar alasan memperbanyak teman tanpa memilah dan memilih siapa di antara semuanya yang layak dijadikan sebagai teman.

Apabila diri kita dianggap sebagai teman, tolonglah teman yang dizalimi dengan memberikannya perlindungan dari kezaliman.
Tolong pula teman yang zalim dengan menghentikan perbuatan zalimnya.

Dengan begitu kita telah menjadi teman yang baik. Teman yang bukan semata-mata menunjukkan jalan ke surga, tetapi juga teman yang mampu menyelamatkan sahabt dari jurang bibir neraka meskipun sebelah kakinya telah tercebur ke jurangnya yang menganga.

Wahai sahabatku tercinta, mari menulis, menulis yang menyelamatkan…..
Mari membaca, membaca yang mencerdaskan…..
Mari berbagi, berbagi yang memuliakan……
Mari rapatkan barisan satukan tujuan……

No comments:

Post a Comment

Komentar Anda sopan kami hargai

 
Copyright © 2016. ARTICLE ARPAN.
Design by ARPAN NEWS. & Distributed by Free Blogger Templates
Creative Commons License