Ada apa dengan status FB? sebuah pertanyaan yang mengusik harga diri, moral
etika dan kesantunan dalam komunikasi
komunal. Wajah facebook semakin menampilkan topeng penggunanya yang tak terbatas.
Sebagai sebuah fenomena yang rata menggejala dari anak-anak,
remaja dan orang tua usia lanjutpun ikut meramaikan dunia fb. Ya facebook semakin menggejala dari sekedar
alternatif jalinan komunikasi di dunia maya hingga berlanjut kepada jalinan di dunia nyata dan itu bisa dibuktikan
betapa banyak orang bisa menjalin hubungan dari mulai status bujang atau
perawan kemudian berlanjut kepelaminan dulunya berawal dari facebook.
Alhamdulillah kalau dulunya
sebatas kenalan dan sekarang berlanjut kepelaminan, seperti teman saya akhirnya
menikah dengan seorang akhwat setelah kenal calonnya melalui fb, yang jadi
masalah kalau berlanjut dihotel tanpa ada hubungan status, ini yang cukup
disayangkan.
Mari gunakan user fb secara cerdas untuk memanfaatkan status dalam rangka menyampaikan
pesan yang bermanfaat. Menjadikannya sebagai alat penggerak solidaritas yang terukur
untuk menghimpun dukungan dalma rangka nahyimungkar, untuk masalah ini saya
setuju banget daripada distatus kerjanya ngeluh. Jadi kalau orang islam yang
kerjanya mengeluh didinding fb apa bedanya dengan orang-orang Y4hudi yang
sukanya mengeluh atau meratap di tembok ratapan atas apa yang dialaminya
seharian?. Terlalu… Ada yang sekedar iseng mengumbar kata yang tidak jelas apa
makna dibalik apa yang ia tulis.
Yang lebih dari itu, ada pula facebooker yang memanfaatkan
status pertemanan mayanya sebagai alat mengelabui orang lain.
Bahkan ada yang sengaja memasang “jerat” untuk orang yang
dibidiknya. Terhadap yang demikian, sangat terasa bahwa pertemanan di dunia
maya hanyalah mendiskon waktu tanpa mendapatkan manfaat apa-apa selain
kesenangan semu belaka. Bahkan bisa jadi, facebook tak ubahnya seperti menggali
lubang ”kesialan” bagi penggunanya.
Yang cukup rawan adalah fasilitas audio visual di facebook.
Memang, video, film atau gambar, membuat pesan yang ditampilkan di wall begitu
jelas dan hidup. Dalam hitungan detik pesan itu diterima ke seberap pun jumlah
relasi dalam pertemanan di account facebook.
Namun lagi-lagi, ada video atau potongan film atau gambar yang
sangat kental nuansa etika moralnya. Kalau diibaratkan facebook, seperti sebilah pisau
bermata dua oleh karenanya ia bisa menjadi positive
atau negative kembali lagi kepada pribadi masing-masing atau dari niatnya untuk
apa membuat status?
Kalau kemudian tujuannya untuk
mempererat tali silaturrahmi sah-sah saja dengan catatan tidak membuat status
yang macam-macam. Sebenarnya siapapun memiliki
kecenderungan mencari teman, menerima teman dan ingin diterima dalam status
pertemanan.
Karena sifat manusia pada dasarnya memiliki (fitrah) utuk
menjalin komunikasi dengan siapapun, Islam mengajarkan agar pertemanan
hendaknya diikat dalam bingkai saling menghormati, menghargai dan masing-masing
pihak menjaga kehormatan pribadi orang lain dalam jalinan pertemanan.
Rambu-rambu jalinan pertemanan yang sehat dan hanif sebenarnya
sudah sangat jelas kita miliki dalam khazanah Islam; dien yang kita junjung
kemuliaannya. Begitu juga dari sisi kejiwaan maupun nilai-nilai moral.
Baik nilai-nilai moral yang berkembang di masyarakat (sosial),
apatah lagi nilai-nilai Islam sebagai nilai yang paling luhur dalam pola
hubungan antar individu seperti telah disinggung.
Seyogyanya, seorang facebooker muslim atau muslimah harus setia
menampilkan nilai-nilai Islami dan mengembangkannya setiap kali berinteraksi
dengan teman di dinding facebooknya. Namun kesadaran demikian belumlah merata
dipahami setiap kita.
Memang bagian dari sifat bawaan dalam konteks naluri berteman,
manusia memiliki kecenderungan yang beragam. Seseorang memilih teman akan
selalu mengikuti kata hati dan kecenderungan yang ada pada dirinya. Setiap
orang pastilah begitu. Tetapi kepastian itu beraneka ragam bergantung
masing-masing pribadi.
Maka dapatlah dimaklumi apabila ada yang menolak berteman dengan
seseorang karena menurutnya tidak sesuai dengan type atau selera
kecenderungannya. Sebaliknya, ada orang yang baru beberapa saat berkenalan
telah merasa akrab sebab keduanya merasa memiliki kesamaan dalam beberapa hal.
Benarlah isi dari sebuah riwayat yang menyatakan:
”Ruh-ruh manusia tersusun laksana prajurit yang berbaris. Mana
yang saling kenal (cocok/sesuai/se-ideologi) akan saling berpadu. Dan mana yang
saling mengingkari akan berselisih/berpisah.” (HR. Al-Bukhari).
Riwayat diatas ini bukan saja
menjelaskan fakta kecenderungan setiap orang dalam memilih teman. Tetapi
menjadi dasar untuk mencermati ke mana arah pertemanan itu dibawa. Riwayat ini
hemat saya bersesuaian dengan satu riwayat yang menyatakan bahwa:” Setiap yang
dilahirkan mengikut fitrah, kemudian ibu bapaknya menjadikannya Yahudi atau
Nasrani ataupun Majusi”.
Dengan kata lain, seseorang membawa kecenderungan berteman sejak
lahir kepada siapa yang cocok dengannya berteman. Dan kecenderungannya semakin berkembang sebab lingkungan
pertemanannya mendukung penuh disebabkan persamaan karakter yang melekat pada
jiwanya.
Apabila lingkungan pertemanannya bernuansa tauhid, maka besar
kemungkinan tauhidnya berkembang subur.
Tetapi ketika lingkungannya adalah jahil, tidak tertutup
kemungkinan ia menjadi layaknya manusia jahiliyah. Karena itu, idiologi seorang
teman patut dicermati.
Sebagaimana kita ketahui, sebuah idiologi akan mengikat
seseorang dengan amat sangat kuat. Idiologi itu akan mewarnai pola pikir, pola
ucap, pola baca, pola tulis dan segala relasinya yang kemudian menjadi pola
dalam setiap interaksinya.
Sangat mungkin sekelompok orang akan berteman secara komunal dan
akrab karena idiologi liberal
atau atheis yang sama-sama mereka anut.
Begitu juga orang yang berpaham skuleris atau materialisme akan saling merasa
cocok satu sama lain karena sebab yang sama. Maka tidaklah aneh, apabila ada
pribadi yang merasa risih berdekatan dengan penjudi, pemabuk atau pezina.
Bahkan ia ingin berlari sejauh-jauhnya dari mereka lantaran
dirinya lebih banyak berkumpul dan merasa dekat dengan orang-orang yang
berakhlak mulia.
Sebaliknya juga begitu. Secara naluriah, remaja pelaku dan
pegiat maksiat yang akrab dengan narkoba, seks bebas, diskotik dan hiburan
malam akan menghindari remaja masjid yang senang berlama-lama di masjid, senang
ngaji dan memperdalam agama yang menjadi prilaku kesehariannya.
Alangkah relevannya riwayat Imam Ahmad yang dengan amat jernih
menegaskan bahwa teman seperti idiologi. Dinyatakan dalam riwayatnya:
”Seseorang akan mengikuti agama/keyakinan sahabat karibnya. Maka
hendaklah setiap orang memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya itu.” (HR.
Imam Ahmad).
Catatan teman saya yang mengutif sorotan atas beberapa status
yang banyak muncul di layar facebook memang boleh dikata sudah tidak wajar.
Bahkan terkesan vulgar dan seronok. Mungkin bagi yang merasa cocok karena
memiliki kesamaan kecenderungan, status itu dianggap biasa-biasa saja, wajar
dan lumrah.
Tapi ternyata tidak oleh teman saya, dan saya menilainya pun
demikian vulgarnya. Namun bisa jadi karena perbedaan karakter dan
kecenderungan, yang menilai vulgar itulah yang dituduh memiliki pikiran ngeres,
jorok dan seronok.
Cobalah cermati status berikut yang dikutip teman saya dari
“Ketika Iffah mulai luntur” (dibalik fenomena facebook). Tertulis status
seorang wanita:
“Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya ngapain ya ….?”
Sekilas, bunyi status seperti ini memang biasa saja apabila
hanya untuk dinikmati sendiri oleh penulisnya. Tetapi ketika status seperti itu
dibagikan kepada sekian ribu isi kepala dengan segala pemikirannya, maka segera akan menjadi masalah.
Komentar-komentar lah yang mempertegas bahwa status itu mengundang masalah
seperti ditulis salah seorang lelaki yang dalam komentarnya:
”mau ditemanin? Dijamin puas deh…” Apa yang Anda
bayangkan kemudian? Bukankah coretan dinding seperti ini terkesan liar meskipun
dapat ditebak arahnya kemana? Lain hal kalau
komentar itu berbunyi misalnya,”minum bandrek Mba, pasti menghangatkan”. Atau,” gosok gigi, cuci kaki,
ambil selimut tebal, tidur deh”. Bukankah kesan yang ditimbulkannya berbeda
dari yang pertama ditas?
Kutipan selanjutnya, seorang wanita lainnya menuliskan
statusnya:
“bangun tidur, badan sakit semua, biasa … habis malam jumat ya
begini…”. Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya, “habis
minum jamu+ madu telur ya…mau menerima
tantanganku? Status dan
komentar seperti itu bersahut-sahutan tak terkendali. Sampai kepada status yang
berbunyi, “ mau tidur nih, panas banget…bakal tidur pake dalaman lagi nih”.Massyaallah……
Status kurang kerjaan
apalah yang penting ada status, model status seperti ini pasti memancing berpuluh2 komentar datang apalagi yang membuat status diketahui seorang cewek lajang yang cantik
pasti tanpa dikomando banyak mendapatkan komentar. Ada komentar yang nakal dan
bernada melecehkan juga bermunculan. Maka sebuah status jahil, akan diaminkan
dengan bahasa yang jahil pula. Seperti koor paduan suara, saling sahut-sahutan dengan penuh nafsu’
mengumandangkan suaranya yang
bergelora bak ceritanya “layla maznun’’
Tak disadari, status serta komentar seperti itu laksana
interaksi persahabatan tanpa hati nurani dan rasa malu. Fenomena di atas
menjadi tanda Tanya besar bagi facebooker muslim, bahwa
hegemoni ‘kesenangan semu’ yang dibungkus dengan ‘persahabatan fatamorgana’
tengah ditampilkan facebook yang melindas semua rasa malu, tata krama dan
kehormatan diri. Inikah ciri khas pertemanan maya?
Lalu terngianglah di telinga bait syair yang ditulis sastrawan
Taufik Ismail yang dinyanyikan Chrisye. Chrisye memang telah berpulang ke
haribaan Allah. Tetapi pesan dalam lagunya seperti tetap hidup dalam konteks
menata diri dalam berbagai spektrum. Sangat relevan saat menulis status di
facebook yang menyelamatkan.
Akan datang hari ..
Mulut dikunci ..
Kata tak ada lagi ...
Akan tiba masa ..
Tak ada suara ..
Dari mulut kita ...
Berkata tangan kita ..
Tentang apa yang dilakukannya ...
Berkata kaki kita ..
Kemana saja dia melangkahnya ...
Menilik secara jujur riwayat Imam Ahmad di muka, sesungguhnya
teman adalah cermin diri setiap orang. Orang yang berkawan karib dengan pribadi
seronok, adalah pantulan bayangan atas cermin dirinya. Begitu pun sebaliknya,
senang bergaul dekat dengan orang-orang soleh adalah juga bayangan atas
dirinya.
Maka kriteria teman baik dan buruk menjadi sangat jelas. Teman
baik bagi seorang muslim adalah teman yang bisa menyelamatkan.
Teman yang meneguhkan saat berada di jalan yang lurus dan
mengingatkan saat keliru bermain-main di jalan yang salah. Teman baik seperti
ini hanya bisa ditemukan pada pribadi yang seiman dan seagama.
Sedangkan teman buruk adalah teman yang menjerumuskan pada
kehinaan. Teman yang menjauh saat ingat pada kebaikan dan amal saleh, tetapi
mengajak semakin jauh tersesat di saat terlena pada kedurhakaan dan maksiat.
Dengan demikian, berhati-hatilah memilih teman jauh lebih bijak
dari sekedar alasan memperbanyak teman tanpa memilah dan memilih siapa di
antara semuanya yang layak dijadikan sebagai teman.
Apabila diri kita dianggap sebagai teman, tolonglah teman yang
dizalimi dengan memberikannya perlindungan dari kezaliman.
Tolong pula teman yang zalim dengan menghentikan perbuatan
zalimnya.
Dengan begitu kita telah menjadi teman yang baik. Teman yang
bukan semata-mata menunjukkan jalan ke surga, tetapi juga teman yang mampu menyelamatkan
sahabt dari jurang bibir neraka meskipun sebelah kakinya telah tercebur ke
jurangnya yang menganga.
Wahai sahabatku tercinta, mari menulis,
menulis yang menyelamatkan…..
Mari membaca, membaca yang mencerdaskan…..
Mari berbagi, berbagi yang memuliakan……
Mari rapatkan barisan satukan
tujuan……
No comments:
Post a Comment
Komentar Anda sopan kami hargai