Jaman sekarang gampang
banget ketemu sama orang yang lagi pacaran. Di jalan, mal, kampus, di
mana-mana. Apalagi sekarang kan ada acara TV yang nyomblang-in orang sampai ke
pengeksposean pernyataan cinta segala seperti “Take Me Out” yang
begitu banyak menyedot perhatian pemirsa.
Take Me Out adalah sebuah program televisi yang lisensinya dipegang
FremantleMedia. Saat ini Take Me Out telah ditayangkan di 3 negara Eropa
(Spanyol, Netherland, Denmark), menyusul Indonesia yang ikut-ikutan. Betapa
sebuah media begitu sangat mempengaruhi para Remaja di Indonesia
Kembali
kepada masalah pacaran, apasih sebetulnya pacaran itu? Biasanya
kalau ada cowok dan cewek saling suka, salah satunya nyatain dan yang lainnya
terima, itu berarti udah pacaran. Buat sebagian orang pacaran itu isinya jalan
berdua, makan, nonton, curhat-curhatan. Pokoknya just for fun lah! Ada juga
orang-orang tujuannya untuk lebih mengenal sebelum pernikahan.
Sebagai umat Islam kita perlu lho mengkritisi apakah “praktek pacaran” yang
banyak dilakukan orang ini sesuai atau tidak dengan aturan-aturan dalam Islam.
Pertama, orang kalo lagi pacaran maunya berdua terus. Ah yang bener, iya apa
iyaaa. Beberapa hari enggak ditelpon udah resah, seharian enggak di sms udah
kangen, ga ketemu satu menit seperti satu hari, satu hari ga ketemu seperti
satu minggu bahkan seminggu ga ketemu seperti sebulan, pokoknya pusing campur
galau. Begitu ketemu pengen memandang wajahnya terus, wah pokoknya dunia serasa
berbunga-bunga. Apalagi kalau pakai acara mojok berdua, di tempat sepi
mesra-mesraan. Waduh, hati-hati deh, soalnya Rasulullah SAW bersabda, “ Tiada
bersepi-sepian seorang lelaki dan perempuan, melainkan syetan merupakan orang
ketiga diantara mereka.”
Kedua, kalau lagi pacaran rasanya seperti dimabuk cinta. Lupa yang lainnya.
Dunia serasa milik berdua yang lainnya ngontrak. Hati-hati juga nih, nanti kita
bisa lupa sama tujuan Allah menciptakan kita (manusia). FirmanNya,
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9
“ Dan tidak Kuciptakan
jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS 51:56)
Ketiga, bukan rahasia lagi kalau di jaman serba permisif ini seks udah jadi
bumbu penyedap dalam pacaran (Majalah Hai edisi 4-10 Maret 2002). Majalah
Kosmopolitan juga mengadakan riset di lima universitas terbesar di Jakarta, dan
ternyata dari yang mengaku pernah melakukan aktivitas seksual, sebanyak 67,1%
pertama kali melakukan dengan pacarnya.
Memang banyak orang
pacaran awalnya enggak menjurus ke sana. Tapi gara-gara sering berdua, ada
kesempatan, dan diem-diem syetan udah ngerubung, yah terjadilah. Pertama pegang
tangan, terus rangkul pundak, terus cium pipi, terus…..terus…..wah bisa
kebablasan deh. Jangan salah lho, agama kita melindungi kita dengan melarang
melakukan perbuatan-perbuatan itu, sebagaiman dalam FirmanNya,
wur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y
“Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu pekerjaan yang keji dan suatu
jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32) Ternyata Al Quran udah melakukan tindakan
preventif dengan melarang mendekatinya, bukan melarang melakukannya. Rasulullah
SAW juga bersabda, “Seandainya kamu ditusuk dengan jarum besi, maka itu lebih
baik bagimu daripada menyentuh perempuan yang tidak halal bagimu.” Jadi
pegang-pegangan tangan juga mesti dihindari tuh.
Keempat, ternyata pacaran bukan jaminan akan berlanjut ke jenjang perkawinan.
Banyak orang di sekitar kita yang sudah bertahun-tahun pacaran ternyata kandas
di tengah jalan. Pacaran pun tidak menjadikan kita tahu segalanya tentang si
dia. Banyak yang sikapnya berubah setelah menikah.
Kalaulah kini kita tahu praktek pacaran nggak menjadi suatu jaminan bahkan
banyak melanggar aturan Allah dan tidak mendapat ridhoNya, masihkah kita yang
mengaku hambaNya, yang menginginkan surgaNya, yang takut akan nerakaNya, masih
melakukannya? Tapi kalau bukan dengan pacaran, gimana caranya ketemu jodoh?
Jaman sekarang kan kita enggak bisa gampang percaya sama orang, jadi perlu ada
penjajagan. Islam punya solusi yang mantap dan OK dalam memilih jodoh.
Istilahnya ngetop dengan nama Ta’aruf, artinya perkenalan.
Pertama, ta'aruf itu sebenarnya hanya untuk penjajagan sebelum menikah. Jadi
kalau salah satu atau keduanya nggak merasa sreg bisa menyudahi ta'arufnya. Ini
lebih baik daripada orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang pacaran
hatinya sudah bertaut sehingga kalau tidak cocok sulit putus dan terasa
menyakitkan. Tapi ta'aruf, yang Insya Allah niatnya untuk menikah Lillahi
Ta'ala, kalau tidak cocok bertawakal saja, mungkin memang bukan jodoh. Tidak
ada pihak yang dirugikan maupun merugikan.
Kedua, ta'aruf itu lebih fair. Masa penjajakan diisi dengan saling tukar
informasi mengenai diri masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya. Bahkan
kalau kita tidurnya sering ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada
calon kita agar tidak menimbukan kekecewaan di kemudian hari. Begitu pula
dengan kekurangan-kekurangan lainnya, seperti mengidap penyakit tertentu,
enggak bisa masak, atau yang lainnya. Informasi bukan cuma dari si calon
langsung, tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya (sahabat, guru ngaji,
orang tua si calon). Jadi si calon enggak bisa ngaku-ngaku dirinya baik. Ini
berbeda dengan orang pacaran yang biasanya semu dan penuh kepura-puraan. Yang
perempuan akan dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan pun jadi
sedikit gara-gara takut dibilang rakus). Yang laki-laki biarpun lagi bokek
tetap berlagak kaya traktir ini itu (padahal dapet duit dari minjem temen atau
hasil ngerengek ke ortu tuh).
Ketiga, dengan ta'aruf kita bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini
bisa terjadi karena kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri
baik kelebihan maupun kekurangan. Ini kan penghematan waktu yang besar. Coba
bandingkan dengan orang pacaran yang sudah lama pacarannya sering tetap merasa
belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?
Keempat, melalui ta'aruf kita boleh mengajukan kriteria calon yang kita
inginkan. Kalau ada hal-hal yang cocok Alhamdulillah tapi kalau ada yang kurang
sreg bisa dipertimbangan dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan
akhir pun tetap berdasarkan dialog dengan Allah melalui sholat istikharah.
Berbeda dengan orang yang mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pada
pacarnya, misalnya pacarnya suka memukul, suka mabuk, tapi tetap bisa menerima
padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta (atau sebenarnya
nafsu) terpaksa menerimanya.
Kelima, kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta'aruf ke khitbah
(lamaran) dan ke akad nikah tidak terlalu lama. Ini bisa menghindarkan kita
dari berbagai macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan
"digantung" pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah jelas
tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah yaitu menikah.
Keenam, dalam ta'aruf tetap dijaga adab berhubungan antara laki-laki dan
perempuan. Biasanya ada pihak ketiga yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan
berkhalwat (berdua-duaan) kecil yang artinya kita terhindar dari zina.
Atau mau cari cara lain yang lebih islami lagi seperti yang telah dilakukan oleh pesantren
Hidayatullah selama bertahun-tahun menikahkan santrinya dari calon pengantin
yang jumlahnya hanya puluhan hingga ratusan jumlahnya, dan itu dilakukan tanpa
proses pacaran, untuk ta’ruf sekedar tatap muka sama pasangan mustahil bisa
dilaksanakan sebelum pasangan sudah halal.
Pengalaman inilah yang sempat saya rasakan, pada tahun 2009 lalu, ya
saya diberi tawaran untuk menikah karena pada waktu itu saya udah selesai
kuliah, dan panitia sepertinya melihat kalau saya sudah layak untuk mengikuti pernikahan
tersebut, sempat dua kali saya menolak karena belum siap mental, nantilah pada
saat tawaran yang ke tiga baru saya sanggupi.
Terbayanglah pada saat itu suka dukanya dalam proses menjalaninya dari
mulai hanya tau nama calonnya aja. Hingga pada waktu itu ketika mau mengurus
surat nikah saja di Kecamatan, camatnya sempat kaget, betapa tidak kaget, pada
waktu itu camatnya bertanya siapa nama calon dan nama orang tuanya. Waktu itu
saya sempat bingung bagaiman menjawabnya karena belum tau nama calon dan orang
tuannya. Kecemasan itu tidak berlangsung lama karena saya langsung menelpon
Panitianya dan menanyakan nama calon serta nama walinya.
Dan masih banyak lagi suka duka yang lain’ betapa bahagianya ketika
melihat photo calon pengantin ketika penandatangan buku nikah setelah proses
ijab kobul. Disinilah indahnya pacaran setelah menikah yang tadinya tidak kenal
sama sekali, bisa dibayangkan dua hari sebelum pelaksanaan pernikahan dan ijab kobul belum tau nama calon istri.
Ayo
sobat yang masih lajang’’ ternyata
ta'aruf banyak kelebihannya dibanding pacaran dan Insya Allah diridhoi Allah. Atau nikah mubarokah
ala Pesantren Hidayatullah
No comments:
Post a Comment
Komentar Anda sopan kami hargai