Sahabatku Mengalami SKIZOPRENIA?

Tuesday 22 March 2011


Cerita ini berawal ketika sahabatku ini, pergi merantau ke Jakarta pada tahun 2001. Adapun tujuan utamanya adalah untuk menuntut ilmu yaitu kuliah. Ya sebuah harapan besar telah ia tanamkan pada dirinya dengan modal idealisme dan semangat yang kuat. Sahabat yang terkenal dengan jiwa penuh homoris, suka petualangan dan rajin membaca. Saya suka memanggilnya dengan inisial A, ya si A gemar membaca terutama buku sastra.

Pergi ke Jakarta setelah ia menamatkan SMAnya,  dengan berbekal izasah dan uang seadanya pergilah ia meninggalkan kampungnya dengan menggunakan kapal laut. Namun sebelum si A ke Jakarta ia sempat mampir di Surabaya, setelah beberapa hari di Surabaya ia bertemu dengan sahabat-sahabat lamanya. Dari sahabat inilah ia diberi saran untuk kuliah di Jakarta, akhirnya setelah mendapat petunjuk dan saran ia pun segera pergi ke Jakarta dengan menggunakan kereta. Sesampainya di stasiun pasar senen, ia memutuskan untuk tinggal sementara di Bogor, rencananya sih mau kerja dulu, karena dengan bekerja ada yang dihasilkan buat nambah-nambah uang kuliah” pikirnya, ya dengan modal keberanian ia pun mendaftar sebagai karyawan pada sebuah pabrik donat yang terletak di gunung putri.

Cita-cita dan harapan

Hari demi hari telah ia lalui, suka-dukanya betapa kehidupan di pabrik sangat keras, yang ia rasakan. Ia membayangkan dan membandingkan betapa enaknya hidup kalau saya bisa kuliah ya sebuah motivasi yang selalu tertanam di dalam dirinya, karena motivasi ingin belajar inilah yang membuat ia tetap bertahan pada pekerjaan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu tak terasa ia sudah genap setahun bekerja di pabrik donat, sudah saatnya aku pergi ke Jakarta” pikirnya, dengan modal yang telah ia tabung selama ini sepertinya sudah mencukupi buat kehidupan nanti di ibu kota, dari harapan yang kuat ia pun melanjutkan kehidupan baru di ibu kota.

Sebuah harapan besar ia gantungkan, bayangan masa depan yang cerah, secerah mentari pagi yang bersinar memberi penerangan pada ibu pertiwi. Episode barupun dimulai, pada saat tahun ajaran baru 2002-2003 ia pun pergi mendaftar di sebuah perguruan tinggi islam, adapun jurusan yang ia pilih adalah komunikasi dakwah. Sebuah pilihan yang memang ia rencanakan sebelumnya. Ketika perkuliahan berjalan, hari demi hari ia lalui bersama waktu dengan segala rutinitas aktifitas kampus dan organisasi seperti lembaga dakwah kampus ( LDK ). Dari segala kesibukkan yang dijalani ia masih sempat kerja sambilan untuk mengedar donat buat dititip diwarung-warung, katanya sih” lumayan buat nambah uang saku dan beli buku perkuliahan.

Bimbang dalam mempertahankan idealisme

Dengan menyandang status mahasiswa, ia tidak gengsi untuk mengedarkan donat karena bagi dia buat apa gengsi kalau itu demi sebuah harapan yang telah dicita-citakan, daripada mencuri atau korupsi yang merajalela pada saat ini. Betapa harapan yang begitu tinggi membuat ia pusing dan bimbang, pusing akan kondisi lingkungan yang tidak kunjung membaik dan bimbang dengan pilihan hidup yang mesti ia jalani waktu itu, sungguh kegoncangan jiwa mulai melanda, dilain sisi pada saat kuliah dia harus bisa menempatkan diri dan menyesuaikan ketika bergaul dengan teman-temannya terutama akhwatnya, namun dilain sisi ia tahu bahwa berteman dengan akhwat yang bukan mukhrim dalam keyakinannya suatu larangan yang mesti ia ta’ati.

Sebuah pilihan yang kerap menggelitik dipikiran sehingga jiwa terbawa menjadi ikut bimbang dalam menjaga keistiqomahan nilai-nilai keislaman. Sebuah nilai kesucian yang ia pegang sepertinya susah untuk dipertahankan pada dirinya. Ia berpikir apa yang ia jalani selama ini sudah tidak lagi memenuhi nilai-nilai syari’at terutama dari segi pergaulan antara ikhwan dan akhwat, yang akwat ketika menutup aurat tidak sempurna, dan ormas-ormas yang ada saling menyalahkan antara satu dengan yang lain dan masih banyak lagi permasalahan yang membuat ia pusing memikirkannya.

Kegoncangan Jiwa

Hati dan pikiran selalu bergelora memikirkan tentang keadaan diri dan lingkungan yang tidak kunjung membaik, rasanya hidup begitu berat yang mesti saya lalui” pikirnya, kapan saya menemukan ketenangan buat hatiku, pikiranku dan jiwaku?. Adakah satu hari yang bisa memberi ruang ketenangan buat mengexpresikan diri ini?. Dalam kondisi jiwa yang goncang ia didatangi oleh seseorang dan mengajaknya untuk ber’itiqap (berdiam diri didalam masjid) ya kebetulan pada waktu itu bulan Ramadhan sudah berlalu selama 1 minggu, singkat cerita pada waktu tiba pada penghujung 10 terakhir pada bulan Ramadhan ia pun i’tiqop disalah satu masjid yang dekat dengan kampus perkuliahannya.

Ramadhon yang mencerahkan?

Kegiatan i’tiqop ia jalani dengan senang hati, betapa banyak keutamaan yang akan didapatkan ketika i’tiqop diakhir Ramdhon salah satunya segala dosa yang berada didalam diri semua akan dihapus” bayangan dan harapan yang membuat ia selalu bersemangat untuk mengikuti segala aktifitas yang telah direncanakan. Ya kesempatan buat memperbaiki diri, lewat sholat malam juga sarana buat taqarrub ilallah yaitu menghambakan diri dihadapan Tuhan. Betapa kesempatan selama sepuluh hari didalam Masjid betul-betul ia mamfaatkan dengan baik.    

Akhir Ramadhon

Kehidupan setelah Ramadhon pada saat lebaran kehidupannya berubah 180 derajat dalam artian ia benar-benar sangat santun, ramah kepada siapapun yang ia temui dan selalu lebih awal mengucapkan salam bahkan ketika tiba waktu sholat dia selalu mengingatkan kepada saya maupun teman-teman lainnya untuk segera sholat. Dan selain itu  kemanapun ia pergi tidak lepas dengan tasbih. Saya dan teman lainnya merasa senang dengan apa yang ia lakukan betapa yang dulunya keras dan kritis kini sangat santun dan tawadhu. Ketika sholat ia sering menangis, temannya sempat berpikir mungkin ia menyesali dosa-dosa yang selama ini ia sempat lakukan. Namun entah kenapa setelah dua minggu berlalu ia wajahnya mulai menampakkan kesedihan, tidak tampak lagi wajah yang dua minggu lalu masih cerah dan selalu tersenyum. Ya betapa hatinya kembali mengalami kegundahan. Setiap ketemu orang ia menampakkan dengan wajah kesedihan sambil berucap minta maaf samberi bersalaman.

Mengalami halusinasi  

Sering sekali ia menyendiri, dalam kondisi seorang diri yang saya perhatikan ia lebih banyak melamun, entah apa yang ia pikirkan. Pada suatu ketika sayapun memberanikan diri untuk bertanya, apa yang kamu pikirkan?” saya memikirkan sepertinya hidup saya sudah tidak  berarti lagi.” Orang yang selama ini saya cintai rupanya ia tidak mencintaiku” oh jadi itu masalahnya?” ya betapa perasaan cinta yang ia cari selama ini tidak ia dapatkan, akhirnya iapun mencari satu alternatif yang ia pikir bisa menghilangkan rasa kesepian. Namun harapan tinggal harapan lagi-lagi dari sini juga tidak didapatkan arti kasih sayang. Maka yang muncul rasa kecewa, prustasi bercampur jadi satu.

Kurang kasih sayang

Melihat kondisi sahabat yang seperti ini sedih juga rasanya, betapa ia harus menanggung beban hidup seorang diri, orang yamg selama ini ia cintai seperti ayah dan ibu sudah lama berpisah, sehingga anak yang tidak bersalah turut menjadi korban ketidaknyamanan, disaat teman sebayanya ketika masih SD  dengan gembiranya pergi kesekolah karena diantar oleh kedua orang tuanya disaat yang sama ia hidup disebuah sekolah yang bersistem bordingschol yang mengharuskan ia sudah bisa mandiri atau berdikari meminjam istilah Bung Karno. Sungguh betapa penting nya arti kasih sayang dari seorang ibu.

Kegoncang jiwa dan prustasi

Seorang yang dikenal sangat periang dan ramah, tiba-tiba jiwanya kembali goncang, rasanya menjalani hidup ini sungguh berat, dalam kondisi kalut seperti itu ia jadi gampang marah, namun tidah lama kemudian ia tertawa dan yang lebih membuat saya heran terkadang ia berbicara dan tertawa sendiri. Hari demi hari kondisinya bukannya membaik tapi malah semakin banyak prilakunya yang abnormal sedikit agak menyimpang kalau dilihat dari pendapat orang pada umumnya. Sebuah prilaku yang ia lakukan tanpa dilandasi kesadaran, katakanlah lari-lari dipinggir jalan tanpa ( maaf ) menggunakan kain sehelaipun.

Dengan kejadian seperti ini, masyarakat semakin resah dengan prilakunya dan khawatir kalau-kalau ia mengganggu ketentraman mereka, karena masyarakat menganggabnya gila. Saya jelaskan kepada masyarakat sekitar ia sebenarnya tidak gila apalagi lupa ingatan ini namanya Skizofrenia dalam istilah Psikologi yaitu gangguan kepribadian yang menyimpang dan prilaku ini terkadang tidak disadari oleh dirinya. Prilaku menyimpang seperti ini bisa menimpa siapa saja. Dalam satu buku jurnal yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 dibuku itu disebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.
75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.

Pengenalan dan intervensi

Pengenalan dini kepada masyarakat sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman yang menjurus pada kemarahan massa. Dan yang lebih memprihatinkan terkadang ada pihak keluarganya yang memasukkannya ke Rumah Sakit Jiwa. Pencegahan awal berupa obat sangat penting sebelum dibawa ke psikiater atau psikolog. Mengingat penderita Skizofrenia semakin lama ia tidak dirawat apalagi tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.

Indikator skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin. 

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:

1.         Gejala-gejala positif
Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.

2.        Gejala-gejala Negatif
Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif  karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan  seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Untuk diri remaja perlu diperhatikan kepribadian atau kejiwaannya karena pada usia remaja sangat rentan dan labil dalam menghadapi stressor akibat permasalahan hidup. Dampak skizofrenia, kalau tidak diperhatikan akan meningkat menjadi paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh dan tidak lupa selalu mendo’akannya.

1 comment:

Komentar Anda sopan kami hargai

 
Copyright © 2016. ARTICLE ARPAN.
Design by ARPAN NEWS. & Distributed by Free Blogger Templates
Creative Commons License